Surabaya - Pertamina harus lebih sering melakukan kontrol terhadap pemakaian tabung elpiji 3 kg dan mendidik penggunanya. Pemakai tabung elpiji 3 kg yang rata-rata adalah masyarakat menengah ke bawah ditengarai memperlakukan tabung elpiji tidak sesuai aturan. Selain itu, kerugian material akibat ledakan elpiji 3 kg juga diminta untuk dimasukkan dalam skema tanggungan asuransi.
“Biasanya pemilik elpiji 3 kg meletakkan tabungnya sembarangan seperti di lantai tanah atau dekat udara asin, jadi mudah korosi. Oleh karenanya, Pertamina harus sering melakukan pengecekan terhadap tabung jenis ini,” kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jatim, M. Said Utomo, Senin 10 Mei 2010.
Imbauan ini dikeluarkan YLKI agar Pertamina tak hanya mendistribusikan tabung elpiji 3 kg, namun mendidik sungguh-sungguh masyarakat cara mengoperasikan dan merawatnya. Dengan demikian, sekali pun penggunaan elpiji 3 kg dilengkapi asuransi, namun jumlah korban seperti ledakan elpiji bisa ditekan.
Selain itu, YLKI juga mendesak pemerintah, khususnya Pertamina sebagai penyedia paket tabung dan kompor gas program konversi minyak tanah ke elpiji untuk segera menghentikan impor produk terkait.
“Seharusnya Pertamina menghentikan impor barang terkait konversi ini, seperti pemantik kompor yang selama ini masih didatangkan dari China. Juga tabung 3 kg yang masih harus impor,” kata Said.
Dengan mengimpor barang-barang tersebut, diyakini Said, kontrol kualitas barang tidak terjamin.
“Terus terang kalau kita masih impor dari luar negeri, ketika ada banyak kecelakaan seperti sekarang, apakah kita bisa menuntut perusahaan penyedianya?” tanya Said. Dikatakannya, lebih baik memakai produk lokal dalam program konversi karena kontrol terhadap kualitas lebih mudah dilakukan.
Sementara Assisten Manager External Relation PT Pertamina Unit Pemasaran V, Jatim Bali Nusra, Eviyanti Rofraida mengatakan pihaknya secara berkala sudah melakukan pengawasan ketat terhadap proses distribusi dan daur ulang tabung elpiji 3 kg. Misalnya, menghancurkan tabung yang sudah tidak layak pakai.
“Sesuai prosedur operasional standar (SOP), kami secara berkala memeriksa kelaikan tabung untuk digunakan kembali. Untuk tabung yang sudah rusak akan kami hancurkan agar tidak bisa diisi ulang oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kemudian dikirim ke pabrik pembuatan tabung lagi,” katanya.
Asuransi Kerugian Material
Mengenai asuransi untuk pengguna elpiji 3 kg, Evi mengatakan ada syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi konsumen untuk mendapatkannya. “Di antaranya pengguna harus mendapatkan langsung tabungnya dari pembagian yang dilakukan pemerintah. Jadi bukan hasil membeli dari orang lain,” katanya.
Selanjutnya, penggunaan tabung dan kompor serta aksesorisnya juga harus sesuai aturan yang berlaku.
Meski demikian, dari beberapa kasus ledakan akibat tabung gas yang terjadi di tanah air, diakui Evi hampir semuanya akibat kesalahan penggunaan. Kesalahan yang sering ditemukan adalah penggunaan karet penghubung regulator dan tabung yang sudah rusak.
“Biasanya masyarakat tidak tahu kalau karetnya rusak, gasnya bisa bocor. Gas bocor yang kemudian terakumulasi inilah sebenarnya penyebab timbulnya ledakan. Jadi bukan gas yang didalam tabung yang meledak,” ujarnya.
Selain itu karena pengguna elpiji 3 kg rata-rata masyarakat kurang mampu, Evi menduga mereka cenderung melakukan modifikasi yang tidak dianjurkan pada komponen regulator, kompor maupun selang gasnya.
“Dari beberapa kasus yang kami temukan, ada pengguna menambal selang yang bocor dengan selotip, atau mengganjal regulator dengan plastik agar kokoh. Ini berbahaya,” kata Evi.
Meski sudah menentukan syarat-syarat untuk menerima asuransi ledakan, Pertamina sendiri menurut Evi tetap akan memberi santunan kepada para korban.
Mengenai ganti rugi atas aset yang rusak, Pertamina akan mengevaluasinya terlebih dahulu melalui tim independen Pertamina serta hasil investigasi pihak kepolisian. “Kalau memang kecelakaan diakibatkan tabung yang rusak, maka kami akan mengganti kerugiannya,” kata Evi.
Menurut catatan Pertamina, di Jatim hingga kini sudah ada sedikitnya 27 korban kecelakaan akibat tabung elpiji 3 kg. Sebanyak 16 kejadian di wilayah Malang hingga Banyuwangi dan 11 kejadian di wilayah Surabaya.
“Untuk korban di Malang asuransinya sudah dibayarkan senilai Rp 246 juta. Sedangkan korban di Surabaya rencananya kami salurkan pekan depan, jumlahnya sekitar Rp 70 juta,” kata Evi.
Namun, kerugian material akibat ledakan elpiji 3 kg tak diganti asuransi. Padahal, kerugian itu bisa lebih besar. Misalnya pada kasus ledakan elpiji 3 kg di Dusun Combih, Desa Apaan, Kec. Pengarengan, Sampang, beberapa waktu lalu. Total 7 rumah terbakar. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan aparat desa, kerugian mencapai Rp 400 juta. (jn)
Home
Pemerintahan
Pertamina Harus Kontrol Pemakaian Gas Elpiji
Posting Komentar