Sorghum, Tanaman Pangan Alternatif Tahan Perubahan Iklim
Kamis, September 27, 20120 komentar
Lamongan - Di tengah ancaman perubahan iklim yang bisa menyebabkan kegagalan panen dan krisis pangan, ada satu harapan, bagi para petani, yakni membudidaya tanaman Sorghum. Sorghum adalah salah satu jenis tanaman serealia yang kini banyak dikembangkan di Afrika dan India dan ternyata sukses pula di kembangkan Lamongan Jawa Timur (11/09/2012.)
Tanaman pangan sorgum hanya dapat di jumpai di Desa Keyongan Kecamatan Babat Lamongan. Di areal sekitar 89 hektar lahan, petani setempat menanam Sorghum di saat musim kemarau, sejak lima tahun terakhir.
Menanam tanaman pangan alternatif pengganti beras ini, dilakukan petani setempat karena tidak membutuhkan banyak air, meski kondisi tanah gersang. Perubahan iklim menyebabkan areal menanam tanaman pangan, seperti padi mengalami kekeringan dan peningkatan suhu. Karena adaptasi alaminya, Sorghum memiliki potensi besar untuk mensuplai kebutuhan pangan pada kondisi tersebut.
Di musim panen raya Sorghum seperti kemarau saat ini, para petani menuai berkah. Bahkan, lahan satu hektar, petani mampu menghasilkan tujuh sampai delapan ton Sorghum. Apalagi, masa panen Sorghum hanya membutuhkan waktu tiga bulan, lebih cepat dari pada padi yang membutuhkan waktu 4 bulan.
Namun sayang, musim panen yang melimpah tidak di imbangi dengan adanya pengolahan di daerah sendiri. Petani setempat terpaksa menjual Sorghum ke tengkulak, dengan harga perkilo, 1.500 Rupiah saja. “Harganya memang murah, tapi lumayan dari pada tanam padi”, ujar Kasnah, sa;ah seorang petani Sorghum.
Hadirnya Sorghum sebagai salah satu jenis tanaman pangan yang kini banyak dikembangkan di afrika dan india inilah, di harapkan dapat menekan angka terigu impor, meski mayoritas masyarakat Indonesia mengkonsumsi nasi.
Beberapa varietas unggul Sorghum dan pengolahannya menjadi aneka produk pangan, pakan, dan bioetanol. Produk pangan berbasis Sorghum, diantaranya brondong Sorghum, pilus Sorghum, dan kue Sorghum. Namun produk Sorghum di indonesia masih terbatas, karena produktivitasnya masih rendah. Apalagi banyak petani belum menggunakan Sorghum sebagai varietas unggulan.
Selain itu, belum berkembangnya industri pascapanen seperti pengolahan biji dan batang Sorghum menjadi bahan pangan dan pakan. Hal lain yang tak kalah penting adalah belum berkembangnya permintaan pasar terhadap biji atau tepung Sorghum.ahp
Posting Komentar